By : Yani Sestria ( Mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian. Universitas Andalas Padang )
Angin
yang berhembus sepoi dibawah sinar bulan purnama membuat aku merasa
keindahan malam ini memang milikku,kuarahkan pandanganku pada
bulan,damai terasa dihatiku.Betapa tidak,aku mulai berfikir kemasa
lalu,dimana suka dan duka menghampiri kehidupanku.Aku tidak tau apakah
akan selalu seperti ini.Semua kisah telah aku lalui,dari
senang,sedih,bahkan menyakitkan sekalipun.Aku berbisik dalam hati
berfikir sejenak.Dan disitulah aku simpulkan hanya satu kisah yang tidak
pernah aku lalui.Jatuh cinta,ujarku dalam hati,betapa tidak,selama
empat tahun ini aku berada dipondok yang penghuninya hanya kaum
akhwat.kalau ikhwannya cuma ada beberapa orang itupun Ustadz yang
mengajar dipondok pesantren Diniyah Putri Padang Panjang ini.Tak terasa
serene malam berbunyi,akupun terbangun dari lamunanku.Aku menutup
jendela kamarku yang berada dilantai dua asrama mematikan lampu,kemudian terpejam dengan damainya jiwaku.
Adzan
subuh yang begitu menggema menggugah qalbu,membangunkanku dari tidur
nyenyakku.Kubasahai ragaku dengan air yang terasa sejuk menyentuh
kulitku,aku sudah tidak merasakan dingin lagi karena hal ini sudah
setiap pagi kulakukan.Setelah selesai aku berangkat menuju mesjid yang
berada tepat ditengah-tengah komplek pesantren.Aku menghadap Tuhan
dengan begitu khusyuknya,rasa damai menyelimutiku.Lantunan ayat-ayat
Al-Qur’an membuatku semakin terasa damai dipagi ini.Dikala aku tengah
khusuk melantunkan ayat-ayat Allah itu dadaku terasa sesak,jantungku
berdetak kencang,hatiku begitu gelisah seakan telah terjadi sesuatu yang
buruk.Fikiranku saat itu tertuju pada Mama.Aku tidak tau mengapa aku
selalu memikirkan Mama,akupun tidak bisa tenang dalam Mesjid,aku keluar
dari Mesjid dan menuju kamarku.Aku berencana untuk menghubungi
Mama,ketika kulihat handpone yang kutaroh diatas tempat tidur enam
panggilan tak terjawab,betapa terkejutnya aku setelah tau kalau enam
panggilan tak terjawab itu datang dari Papa.Hatiku semakin tidak
tenang,jantungku berdegup dengan sangat kencang,kutekan kembali nomor
Papa,aku hendak menghubungi Papa,ketika jempolku ingin memencet tombol
panggil tiba-tiba pintu diketuk
“Assalamualaikum
Rani?”Salam itu begitu mngejutkanku,sehingga kuurungkan niatku
menghubungi Papa,dan menjawab salam itu seraya membuka pintu.Ternyata
Ustazah Maya yang datang masih dengan pakaian tidurnya,aku tau mungkin
Ustazah baru saja bangun karena tadi beliau tidak ikut sholat subuh
berjamaah berhubung beliau sedang berhalangan.Kuulurkan tanganku untuk
menyambut tangan Ustazah,dan akupun menyalami dan mencium tangannya.Aku
heran kenapa Ustazah pagi-pagi sudah datang menemuiku,dengan tidak ingin
terlalu lama penasaran akupun menyuruh Ustazah masuk dan bertanya ada
apa sebenarnya dengan beliau,kenpa pagi-pagi sekali sudah datang
menemuiku.Sejenak Ustazah terdiam,akupun menjadi tambah penasaran,namun
Ustazah tampak menitikkan air matanya yang membuat aku tidak berani
bertanya lagi.Kediamanku membuat Ustazah semakin tak tega,diapun
memelukku,aku merasa ada sesuatu yang telah terjadi pada Ustazah,mengapa
dia bersikap seperti ini,apa mungkin dia sakit atau dia kehilangan
sesuatu.Akupun memberanikan diri untuk bertanya.Ustazah menatapku dengan
penuh kasih sayang,akupun tidak tega melihat air mata yang mengalir
itu,aku terbawa suasana dan menitikkan air mata pula.
“Rani,kamu
sudah dewasa saat ini jadi kamu taukan apa yang menjadi keputusan Allah
itulah yang terbaik.Nak,Siapapun yang bersikap sabar menghadapi
cobaan-Nya maka Allah telah menyiapkan pahala dibaliknya,”
“Maksud Ustazah?”Tanyaku ragu.
Ustazahpun melanjutkannya dengan suara yang agak parau.
“Mamamu…….telah meninggalkan kita pada pukul enam tadi pagi ….”
Jawaban
itu begitu mengejutkanku,serasa petir berbunyi ditelingaku,dadaku
begitu sesak aku tidak mampu berucap apa-apa lagi,mataku yang
tadinya,bening berubah panas,dan air mataku mengalir bagaikan sungai
yang marah.Ustazah mengerti apa yang aku rasakan,sehingga Ustazah
memelukku dan menyuruhku bersabar.Rasa penyesalan kini datang
menghantuiku,aku sadar selama ini aku selalu saja berselisih faham
dengan Mama,memang Mama selalu mengatur hidupku,dan selalu ingin aku
seperti apa yang dia inginkan walaupun hal itu bertentangan dengan
keinginan ku sendiri tapi aku tetap mengikuti kehendak Mama.Aku tidak
bisa menahan tangis sehingga aku menangis selepas-lepasnya dan
sepuas-puasnya,akibatnya teman-teman yang kamarnya berada disamping
kamar ku keluar dan mengahampiriku.merekapun turut berduka cita.
“Tabahkan
hati mu sahabat ku,mungkin Tuhan punya sesuatu dibalik semua
ini.”Hikmahpun berusaha menenangkan ku dan menghapus air mata yang jatuh
dipipi ku.Setelah itu Hikmah merapikan kamar ku dan memasukkan beberapa
pakaian ku kedalam tas,Ustazah pamit keluar untuk bersiap-siap
mengantar ku pulang.Setelah semua selesai,aku,Hikmah,Ustazah dan lima
orang teman ku berjalan menuruni tangga asrama,aku seperti kehilangan
seluruh kekuatan ku karna itulah Hikmah membimbing ku.Setelah sampai
diluar sebuah mobil APV stand bay disana,seorang pemuda berdiri
disampingnya.Ustazah Yelly berkata pada Ustazah Maya kalau pemuda itu
datang untuk menjemput ku.Tanpa pikir panjang lagi aku menaiki mobil itu
dengan Hikmah dan lima orang temanku juga Ustazah Maya,sedangkan
Ustazah Yelly tidak bisa ikut karna ada rapat kepala sekolah yang harus
dihadirinya.Aku duduk didepan disamping pemuda itu,tak sepatah katapun
telontar dari mulut ku.Kebisuan memang menyelimuti mobil itu sesekali
aku menengok kebelakang,juga tak sepatah katapun yang terlontarkan dari
mulutku.
Tak terasa tiga
jam telah berlalu,mobil yang kami kendarai berhenti di SPBU kecamatan
Kinali untuk mengisi bahan bakar.Setelah selesai mengurus
pembayarannya,pemuda itu menaiki kembali mobil dan membawa kami melaju
dengan kecepatan tinggi.Aku mulai memberanikan diri untuk berbicara.
“Sepertinya
kita tidak saling kenal anda siapa?”tanyaku dengan hati-hati.Pemuda itu
menoleh pada ku kemudian mengalihkan lagi pandangannya kedepan.
“Namaku
Fachri,aku mahasiswa Universitas Indonesia,tempat Papa kamu
mengajar,kebetulan tadi malam aku nginap dirumahmu yang
dijakarta,kemudian tadi pagi Papamu dapat telfon kalau Mamamu mendapat
musibah maka itu aku diajak ke Sumatera”
“Lalu bagaimana kamu tau dengan sekolahku,sepertinya kamu baru saja menginjakkan kaki disini”
“Iya,tapi
aku pernah menelusuri jalan ini waktu mengadakan penelitianku dua tahun
lalu,dan kebetulan aku juga megunjungi sekolahmu dulu,apa kamu tidak
ingat,waktu itu di acara penyambutan kamukan yang jadi protokol?”
Akupun
berfikir sejenak dan ternyata memang aku pernah melihat wajahnya waktu
acara penyambutan mahasiswa dari UI,dan aku memang dipercaya menjadi
protokol saat itu.
Tak berapa lama kami
sampai .Proses pemakaman berjalan dengan lancar,tanah bisu telah
membalut luka dihatiku,melengkapi kisah yang aku jalani.Perlahan tempat
itu sepi dari kerumunan banyak orang,hanya aku,Papa,Ustazah,Hikmah dan
lima orang temanku yang tinggal.Sesekali,kupeluk tanah bisu itu.Aku tak
menyangka kenapa Mama begitu cepat pergi.Petir menyambar,dan haripun
mulai mendung,Ustazah mengajak kami pulang,aku hanya diam dengan ajakan
itu,kemudian Papa juga menyuruhku pulang tapi,aku masih ingin tetap
berada disitu.Dan Papapun mengizinkan aku untuk tetap berada
disini,munkin Papa tau bagaimana persaanku saat ini.Tinggalah aku
seorang diri dihadapan tanah bisu yang jaraknya tidak jauh dari rumahku
itu,Petir menyambar sekali lagi,kali ini dia datang bersama derasnya
hujan,aku tidak menghiraukan semua itu.Tanpa kusadari seseorang telah
berdiri disampinku,ketika aku menoleh ternyata dia adalah Fachri dengan
seragam hitam dan juga membawa payung yang berwarna hitam.Fachri
mengajakku pulang tapi aku tidak menghiraukan kata-katanya.
“Rani,Allah
sangat tidak suka pada hambanya yang tidak mempunyai sifat
ikhlas,sebaiknya ikhlaskan saja agar Mama tenang di alam sana dan
kamupun bisa tenang dan tidak larut dalam kesedihan seperti ini”
“Kamu tidak tau apa yang aku rasakan Fachri..”Ujarku terisak ditengah derasnya hujan.
“Tapi
kamu masih punya Papa yang harus kamu urus,kamu tidak boleh seperti
ini,apa kamu mau nantinya kamu sakit dan Papamu juga tambah panik dengan
semua itu”Aku berdiri disamping Fachri menatapnya dengan dalam air
mataku terus saja mengalir ntah apa yang terjadi setelah itu.Ketika aku
bangun aku sudah berada dikamar dan Hikmah berada disampingku.Aku
berusaha bangkit tapi aku serasa tidak punya kekuatan apa-apa.
“Kamu
jangan bangkit dulu,kamu masih lemah”cegah hikmah sambil merapikan
selimutku.Kemudian Papa datang dan menanyakan keadaanku,aku menjawab
baik-baik saja.Papa juga menyuruhku agar bersabar menghadapi semua ini.
“Sudahlah,ikhlaskan kepergian Mama,biarkan dia tenang di alam sana”
Tiba-tiba pintu kamarku diketuk,Hikmah membukakan pintu dan ternyata yang datang adalah Fachri.
“Kamu sudah baikan Ran?”Tanyanya sambil duduk disamping tempat tidurku,kebetulan ada kursi disana.
“Aku baik-baik saja kok,makasi kamu udah nolongin aku”
“Ah,nggak apa-apa kok,itukan sudah kewajiban kita sesama muslim saling tolong menolong.
Sejenak kami bertiga terdiam,kemudian bibik datang membawakan makanan untukku.
“Biar aku saja yang nyuapin Bik,”pinta Hikmah.
“Ya sudah kalau gitu Bibik kebelakang dulu ya,masih banyak kerjaan didapur.”
“Iya bik”tambah hikmah sambil meletakkan handponenya diatas meja dan mengambil nasi yang diantarkan Bik Inah tadi.
“Fachri,kamu bisa tolong dudukkan Rani,dia belum terlalu kuat”
Fachripun
membantu mengangkat bagian kepalaku untuk disandarkan ditempat
tidur.Setelah aku duduk Hikmah menyuapi aku.setelah beberapa
suapan,hanpone hikmah berdering,ternyata ada tepfon dari pacarnya
Hikmah.awalnya dia tidak menghiraukan tapi karena henpone itu tidak
berhenti berdering Hikmah mengangkatnya.Ternyata pacarnya Hikmah marah
karena telfonnya nggak diangkat.
“Mah,kamu
ngomong dulu baik-baik sana,biar aku yang nyuapin Rani”Tawar
Fachri.Hikmahpun keluar dari kamarku dan bicara dengan
pacarnya.Tinggallah aku dan Fachri di kamar,aku merasa aneh saat
itu,karena belum pernah sebelumnya aku berada di satu ruangan hanya
berdua dengan seorang cowok,apalagi aku baru kenal dengannya.Mungkin
Fachri merasakan juga keanehan itu,sehingga dia berusaha menenangkan
aku.
“Kamu
nggak usah berfikiran buruk Ran,aku cowok baik-baik kok”Ucapnya sambil
menyodorkan sesendok nasi untukku.Aku hanya tersenyum mendengar
pengakuannya.Sejenak keraguan dalam hati menghilang,aku menerima suapan
itu.Ternyata Hikmah lama sekali terima telfonnya,sampai suapan terakhir
dari Fachri,Hikmah belum juga datang.
“Hikmah serius amatya bicaranya”Ucap Fachri menghalau kebisuan diantara kami.
“Mungkin cowoknya kangen karena satu tahun ini mereka nggak pernah ketemuan.”jelasku.
“Oh,pantes
aja,oya,gimana dengan cowokmu?”pertanyaan itu begitu mengejutkan aku
sehingga air minum yang sedang aku teguk menyambur keluar dan akupun
batuk-batuk.
“Maaf
Ran, aku nggak bermaksud menyinggung perasaanmu dan membuatmu
terkejut.”Tambahnya lagi sambil mengeluarkan sapu tangannya dan berusaha
mengelap air yang tumpah di selimut dan pakaianku.
“Nggak apa-apa kok Fa,maaf biar aku aja yang lap”Pintaku padanya.
“Maaf,aku nggak sengaja”diapun menyerahkan sapu tangan itu padaku.
“Iya,nggak
apa-apa kok”Ucapku sambil mengelap mulutku dengan sapu tangannya.Karena
merasa sangat heran Fachri bertanya lagi padaku perihal cowokku.Kali
ini aku benar-benar tidak mengerti apa sebenarnya yang ada dalam
fikirannya.Untung saja waktu itu Papa datang.
“Pak,mungkin besok pagi aku harus berangkat ke jakarta,karena lusa aku harus mengikuti ujian”ucap Fachri.
“Oh,iya terima kasih banyak kamu telah mau mengantarkan bapak dan mau membantu menjemput Rani”
“Ya Pak sama-sama”
Pagi
itu cuaca mendung,dingin yang menusuk tulang serasa tidak ingin turun
dari tempat tidur.Kulihat jam dinding jarumnya menunjukkan angka
lima.Kutarik selimutku dan berusaha untuk duduk,kupandang
disampingku,Ustazah masih tertidur,mungkin dia masih capek.Kulihat
kebawah,Hikmah dan lima orang temanku juga masih tidur,aku ambil
selimutku dan aku tambah selimut mereka yang hanya menggunakan kain
selendang.Sepertinya mereka nyaman.Aku membuka pintu dengan
hati-hati,takut mereka akan terbangun.
Kuambil
wudhu.Aku sholat subuh,kerinduan pada Mama kembali aku rasakan tak
tersadar olehku air mata kembali mengalir,aku ambil Al-Qur’an yang ada
diatas meja,aku bacakan surat yasin untuk Mama.Setelah selesai aku
kembali kekamar,kulihat Ustazah,Hikmah dan lima orang temanku mengemasi
barang-baranya.Mereka akan kembali ke pondok pagi ini.
.Tak
berapa lama Ustazah dan enam orang temanku,selesai bersiap-siap,kami
sempat sarapan bareng,dan kemudian mereka pamit padaku dan Papa,Papa
menyuruh Bang Ujang untuk mengantarkan mereka kepondok.Akhirnya rumah
itu terasa sunyi,hanya beberapa orang pelayat yang masih datang
bergantian.
Seminggu
telah berlalu,duka yang tertanam,membengkak,dan menyakitkan kini
berangsur pudar,karena aku dan Papa telah mencoba mengikhlaskan semua
yang terjadi.Malam itu terasa sepi aku menghidupkan televisi dan asyik
duduk didepannya.Papa datang dengan membawa secangkir minuman.
“Rani,sudah
seminggu ini Papa pikirkan bagaimana kalau kita pindah kejakarta?”Aku
sangat terkejut mendengar pernyataan itu,aku mematikan televisi dan
fokus pada pembicaraan Papa.
“Jadi,maksud Papa kita akan menempati rumah yang ada di Jakarta?”
Papa menganggukkan kepala.
“Lalu bagaimana dengan sekolah Rani Pa,apa Rani akan pindah sekolah juga?”
“Ya,Papa akan masukkan kamu ke sekolah Umum,dari dulu kamu ingin sekali masuk sekolah Umumkan?”
Aku
terdiam,aku memang dari dulu menginginkan sekolah Umum,tapi karena Mama
sangat ingin aku masuk sekolah agama maka itu aku berada di pondok
selama ini.Aku setuju dengan usul Papa,dan semua urusan telah diurus
oleh Papa.Akhirnya aku dan papa pindah kejakarta.Rumah yang berada di
Pasaman Barat itu disedekahkan oleh Papa kepada seorang Fakir miskin
yang tidak punya rumah.
Kehidupan
dijakarta tidak begitu enak,akupun mulai terserang demam karena polusi
udara,jadi aku tidak masuk sekolah hari itu.Setelah Papa berangkat ke
kampus tak berapa lama pintu diketuk dengan keras.
“Biar
aku saja Bik yang buka,”Ujarku sambil melangkah menuju ruang tamu dan
membuka pintu depan,ketika pintu aku buka,seorang perempuan yang
kelihatan agak bengis dengan make up tebal yang menor berdiri
dihadapanku,dia tersenyum padaku sambil mengusap daguku seraya berkata
“Putriku yang cantik,…”
Aku
terkejut mendengar kata-kata itu,akupun menanyakan perihal siapa
dia.Dia langsung saja memasuki rumah tanpa menghormati aku sipemilik
rumah yang berdiri dihadapannya.Bahkan dengan teriakannya dipanggilnya
Bik Inah.Dia begitu kelihatan jahat,bahkan dia juga menanyakan segala
sesuatu tentang seisi rumah pada Bik Inah.
“Maaf,sepertinya
anda memang kurang diajari sopan santun dalam memasuki rumah
orang,’Tegasku ketika perempuan itu ingin membuka pintu kamar Papa.
“Sayang,kamu
tidak boleh bicara seperti itu,tidak sopan”Jawabnya dengan nada
cemooh.Aku benar-benar muak dengannya apalagi ketika dia membuka
brangkas Papa dan ntah dari mana dia tau nomor kunci berangkas
itu,sedangkan aku putri Papa sendiri tidak tau nomor kunci berangkas
itu.Dia mengeluarkan uang sejumlah sepuluh juta,aku marah padanya dan
menyuruhnya keluar dari rumahku.
“Sebaiknya anda keluar dari rumahku,dan tinggalkan barang yang bukan milik anda itu,”Ucapku sambil membukakan pintu untuknya.
Dia begitu terlihat marah dengan ucapanku,lalu dia bangkit dari tempat brangkas dan menghampiriku,
“Kamu tidak sopan bicara seperti itu pada orang tua,”Ucapnya kasar
“Kalau orangtua itu tidak sopan untuk apa kita juga sopan padanya.”Jawabku sinis.
“Jadi kau tidak mau menghormati aku sebagai…”
“Sebagai
apa???”Suara Papa begitu mengejutkannya,dan tidak berani meneruskan
ucapannya.ntah dari mana Papa datang,Papa telah muncul saja dirumah,tapi
aku merasa lega dengan kedatangan Papa.
“Keluar dari rumahku!!!!!!”Tegas Papa dengan suara yang sangat keras.
“Nggak,aku nggak akan keluar sebelum kamu menyerahkan putriku padaku”
“Putrimu tidak ada disini dia telah lama mati,Rani bukan putrimu dia putriku.!!”
“Dia memang putrimu,tapi ingat Daniel aku yang melahirkannya!”
Aku
begitu terkejut dengan ucapan itu,akupun menangis dan berlari keluar
rumah.Aku tidak melihat sebuah bus melaju dengan kencangnya,sehingga aku
tidak bisa mengelak lagi aku berteriak sembari menutup mataku.Kurasakan
sebuah hantaman menyentuh tubuhku,ketika kubuka mataku,ternyata aku
sudah berada di seberang jalan,kulihat kebelakang,perempuan yang mengaku
menjadi Mamaku itu jungkir balik akibat hantaman dari mobil yang hampir
saja menabrakku itu.Spontan saja aku berseru dan berlari menghampiri
perempuan itu.
“Mama!!!!!!!!!!!!”ucapku
sambil berlari dan menghampirinya,kuangkat bagian kepala Mama ke atas
pangkuan ku,Mama tersenyum padaku,
“Putriku,maafkan Mama sayang…..”Ucapnya sembari sesak didadanya, dan kamipun segera membawanya kerumah sakit.
“Pa,maafin Rani Pa,semua ini terjadi karena Rani..”Isakanku membuat Papa,terharu.
“Tidak nak,Rani tidak salah,Papa yang salah telah menutupi kebenaran ini padamu”
Tarikan
nafas panjang mengakhiri cerita Papa,aku mendekat ke Papa dan
memeluknya.Tak berapa lama akhirnya Mama sadar akupun minta maaf
padanya,dan memintanya untuk tinggal bersama kami.Papapun kembali
menikahi Mama.Aku sangat bahagia saat ini.Tapi aku harus berpisah dengan
mereka karena aku harus melanjutkan pendidikanku keluar negri.
Enam
tahun berlalu,duka yang terjadi,kisah yang kujalani berlalu bagaikan
angin yang berhembus.Dan aku telah selesai menamatkan pelajaranku dengan
jurusan kedokteran di Universitas Kebangsaan Malaysia di Malaysia.
Hari
itu adalah hari selasa,tepatnya ulang tahunku yang ke dua puluh
tiga.Aku pulang ke Indonesia,aku sudah rindu sekali ingin bertemu dengan
Papa.Karena selama enam tahun ini aku tidak pernah pulang ke Indonesia
hanya Papa dan Mama yang selalu mengunjungiku pada saat hari raya Idul
Fitri..Aku sengaja tidak memberitahukan mereka akan kepulanganku ke
Indonesia.Aku ingin membuat kejutan pada seisi rumah.Akirnya aku sampai
di Bandara Soekarno-Hatta.Aku langsung saja menyewa taxi untuk
mengantarkan aku kerumah.
Seluruh
isi rumah sangat terkejut melihat kehadiranku,aku sungguh bahagia
sekali,kerinduan yang selama ini aku tahan terasa terobati.
Esoknya ketika aku dan Bik Inah tengah bercerita dihalaman belakang,Papa dan Mama datang dengan keseriusannya.
“Rani,kamukan sudah jadi dokter sekarang,kamu juga sudah dewasa,kapan kamu akan berkeluarga dan memberikan cucu untuk Papa?”
Pertanyaan
itu begitu mengejutkan aku,aku sejenak terdiam,mungkin Papa benar tapi
aku sama sekali tidak pernah berhubungan dengan cowok.apalagi pacaran
dan nggak mungkin aku bisa menikah.
“Papa benar tapi Papa taukan selama ini nggak ada seorangpun cowok yang mendatangi Rani”jawabku pelan.
Papa malah tertawa dengan jawabanku.
“Bagaimana dengan Fachri?” tambah Mama
“Fachri Ma?”
“Iya,sepertinya dia sangat menyukaimu”
“Mama tau dari mana,Rani aja ketemu ama dia Cuma sekali,nggak mungkinlah Ma”Jelasku.
“Tapi,selama kamu di Malaysia dia sering kesini”timpal Papa
“Yang dia carikan Papa,bukan Rani”
“Bagaimana kalau Papa ngundang dia?”
“Untuk apa Pa?”
“makan malam bersama kita,juga keluarganya?”
Aku tidak menjawab pertanyaan Papa,aku hanya diam sambil saling pandang dengan Bik Inah.
“Gimana,kamu setujukan?”
“Terserah Papa aja deh”Jawabku tersipu malu.
Akhirnya
Papa mengajak Fachri dan keluarganya untuk makan malam bersama
dirumahku.Awalnya aku ragu dengan semua ini tapi Bik Inah terus
memberikan semangat padaku.Ketika semua sudah berkumpul diruang tamu
Papa memanggilku.Akupun keluar dari kamar dan menemui keluarga
Fachri.Aku menyalami kedua orang tuanya dan juga adek perempuannya
Fachri yang berwajah manis.
“Kok Fachri nggak disalamin?”Tanya Papa membuat pipiku berubah menjadi merah.
“Kamikan sudah saling kenal Pak”Jawab Fachri memecah kebisuanku.
Akirnya aku juga memeberanikan diri untuk menyalami Fachri.
“Hai Fa,apa kabar,kamu kerja dimana sekarang”Dadaku berdebar kencang,apalagi ketika kuulurkan tanganku.
“Seperti yang kamu lihat Ran aku sehat,aku bekerja di Rumah sakit Meilia”Ujarnya sambil menyambut uluran tanganku.
“Baiklah karena hidangannya sudah siap mari kita makan bersama”Ajak Mama.
Kami
semua makan bersama,tidak ada satu katapun yang terlontar dari
mulutku,begitu juga Fachri.Setelah menyantap masakan yang dibuat Bik
Inah kami semua berkumpul ditaman belakang.Aku tidak menyangka ternyata
malam ini adalah sebuah kejutan terbesar dalam hidupku.Ternyata Papa
menjodohkan aku dengan Fachri.
“Bagaimana Rani,apa kamu mau menjadi istri Fachri?”Tanya Papa Fachri padaku.
Aku
terdiam,sejenak kupandang Papa,dia menganggukkan kepala,kemudian
kulihat wajah Fachri yang begitu tegang menunggu keputusanku.
“Rani bersedia Om”Jawabku singkat.
“Alhamdulillah”Ujar
mereka semua.Aku melihat senyum yang indah dibibir Fachri.Ternyata Papa
dan keluarga Fachri memang tidak ingin mengundur waktu,saat itu juga
mereka sibuk menentukan tanggal pernikahan.Aku begitu tidak menyangka
akan secepat itu.Tapi kelihatannya Papa memang sudah matang dengan
rencana ini.
Akhirnya,tanggal pernikahan telah ditetapkan,yaitu tepat pada tanggal 1 mei bulan depan.Aku serasa bermimpi.Seluruh persiapan telah dilaksanakan.Dan tibalah hari itu.
Aku begitu tegang,dadaku berdetak sangat kencang.Kukenakan kebaya putih yang diberikan Fachri.
“Kamu cantik sekali putriku”Ujar Mama padaku.
Aku
tersenyum mendengar kata-kata Mama,aku melangkah keluar menghampiri
Fachri yang sedari tadi telah menungguku.Aku merasa bahagia sekali.Allah
begitu sayang padaku,Dia membalas semua kisah sedihku dengan sebuah
kebahagiaan yang sangat berharga dalam hidupku.Subhanallah,sekarang aku
mengerti Tuhan itu maha adil,dan Tuhan itu tidak akan memberikan cobaan
yang tidak mungkin bisa dipikul oleh penerimanya.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan tuangkan komentar sahabat disini, Terimakasih sebelum dan sesudahnya...!!!