Minggu, 08 Juli 2012

Islam dan Prinsip Keadilan

Oleh : Abdul Muis Mahmud

Pada suatu hari Ali Abi Thalib r.a kehilangan baju besi kesayangannya dan berusaha mencarinya. Tak lama kemudian beliau dapati baju besi itu di tangan seorang laki-laki ahli zimmah (non muslim yang hidup di bawah perlindungan Islam), yang akan menjualnya di pasar Kaufah.

Setelah baju besi itu ditelitinya, maka ia berkata: “Baju besi ini adalah milikku yang terjatuh dari ontaku di malam ini dan di tempat itu…”

Ali r.a menegaskan: “Ia milikku yang tidak pernah aku perjual belikan kepada seseorangpun, dan tidak pernah aku hadiahkan kepada seseorangpun hingga kini berada di tanganmu..!“
Si zimmi menjawab: “Mari kita serahkan kasus ini kepada qadhi (hakim) ummat Islam ..!”

“Ucapanmu benar”, kata Ali “mari kita menghadap qadhi..”

Mereka lantas menemui Syuraih Al-Qadhi.

Syuraih berkata kepada Ali r.a: “Apa masalah yang tuan ajukan wahai Amiral Mukminin? “

Ali: “Aku dapatkan baju besiku pada laki-laki ini yang sebelumnya tercecer olehku di malam ini dan di tempat itu…Baju besi ini sampai ke tangannya tidak melalui jual beli dan tidak pula dihibbahkan.”

Kepada si zimmi Syuraih berkata: “Bagaimana tanggapanmu wahai lelaki?”

Si zimmi: “Baju besi ini milikku, ia berada di tanganku… Aku sama sekali tidak menuduh Amiral mukminin berbohong..!“

Lalu Syuraih memandang kepada Ali dan berkata: “Aku tidak meragukan kebenaran yang tuan ucapkan wahai Amiral Mukminin, bahwa baju besi ini adalah baju besi tuan…, hanya saja untuk membuktikan kebenaran dakwaan tuan, maka dituntut kesaksian dua orang saksi!”

Ali r.a: “Baiklah, maula (pembantu)ku Qanbar dan putraku Hasan sebagai saksi. “

Syuraih : “Tapi, kesaksian seorang putra buat ayahnya tidak dibenarkan wahai Amiral Mukminin! “

Ali r.a: “Ya subhanallah! Seorang lelaki penghuni surga tidak dibenarkan kesaksiannya. Apakah engkau belum pernah mendengar sabda Rasulullah SAW menerangkan bahwa: Hasan dan Husain adalah penghulu pemuda penghuni surga?”

Syuraih: “Benar wahai Amiral Mukminin, tapi aku tidak dapat menerima kesaksian seorang putra buat ayahnya .”

Selanjutnya, Ali melihat kepada si zimmi dan berkata: “Ambillah baju besi itu, aku tidak mempunyai saksi selain mereka berdua..! “

Lantas si zimmi menanggapi: “Tapi, aku yang menjadi saksi bahwa baju besi ini adalah milik tuan wahai Amiral Mukminin…” Lelaki itupun berseru kagum: “Ya Allah… Amirul Mukminin disidangkan buatku di hadapan qadhinya sendiri, lalu qadhinya memenangkanku..!! Aku bersaksi bahwa agama yang memerintahkan begini adalah agama yang hak. Dan aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan bahwa Muhammad adalah hambaNya dan rasulNya. Ketahuilah wahai tuan Qadhi bahwa baju besi ini adalah baju besi Amiral Mukminin… Aku mengikuti rombongan pasukan yang bertolak menuju Siffin, sebuah baju besi terjatuh dari onta beliau berwarna abu-abu, lalu aku pungut…!”

Ali r.a. berseru: “Disebabkan oleh keislamanmu, maka aku hibbahkan (berikan) baju besi ini kepadamu… Juga aku hibbahkan kuda itu kepadamu!“

Tidak lama setelah peristiwa tadi, lelaki tersebut diketemukan tewas sebagai syahid di bawah bendera Ali r.a. dalam menumpas pemberontakan kaum khawarij di pertempuran Nahrawan.” (Shuwarun min hayatit-Tabi’in, DR. Abdurrahman Rakfat Basa II, halaman 39-44)

Kewajiban menegakkan keadilan.
Di dalam Al-Qur’an kita baca: “Wahai orang-orang yang beriman. Jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kerabatmu. Jika ia (orang yang tergugat atau yang terdakwa) kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (QS. An-Nisak (4): 135)

Menurut keterangan Ibnu Abi Hatim bersumber dari As-Suda menerangkan; Ayat ini diturunkan kepada Nabi SAW sehubungan dengan kasus dua orang laki-laki yang mengajukan perkaranya kepada beliau; terdiri dari seorang kaya dan seorang miskin. Nabi SAW sendiri berpihak kepada si miskin, karena menurut pendapat beliau, orang miskin tidak akan menganiaya orang kaya itu. Rupanya Allah SWT tidak menerima pikiran begitu, Dia hanya menerima prinsif keadilan harus ditegakkan (melalui proses hukum yang adil) pada orang kaya dan miskin itu.” (Asbabun-nuzul, DR. M. Hasan Al-Hamshi, halaman 171)

Menurut Sayyid Quthub: ”Ayat ini mengandung amanat untuk menegakkan keadilan… Menegekkan keadilan secara mutlak, dalam segala keadaan dan asfeknya. Keadilan yang mencegah tiranik dan kezaliman – di bumi ini – dan menjamin hak – antar manusia – dengan memberikan hak kepada yang punya hak; baik muslim maupun non muslim. Karena antara muslim dan non muslim mempunyai hak yang sama di sisi Allah dalam mendapatkan keadilan –seperti yang kita lihat dalam kisah Yahudi – begitupun antara kerabat dengan orang jauh, antara teman dengan musuh, antara si kaya dengan si miskin.” (Fii Zilalil Quran Jilid II, Juz V halaman 549 – 550)

Di samping pada ayat di atas, perintah senada juga di jumpai pada; surat An-Nahl: 90, An-Nisak: 58, Al-An’am: 152, dan surat Al-Maidah: ayat 8.

Seorang qadhi (hakim) mengambil keputusan berdasarkan kepada bukti dan keterangan yang dibentangkan kepadanya, bukan melihat kepada siapa yang berbicara. Bersumber dari Ummu Salamah menerangkan, bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, yang bermaksud: “Sesungguhnya kamu mengajukan persengketaanmu kepadaku, dan boleh jadi sebagian kamu lebih pandai dalam menguatkan keterangannya dari yang lain. Maka akupun memutuskan perkara itu berdasarkan apa yang aku dengar darinya. Barangsiapa yang aku menangkan, ternyata ia merampas hak saudaranya walaupun secuil, janganlah ia terima keputusan itu, karena berarti aku memutuskan buatnya dengan memberikan bara api neraka.” (Muttafaqun ‘alaih. Lafaz menurut riwayat Muslim).

Hukum hanya berpihak kepada keadilan dan kebenaran dan mempermainkan hukum berarti mengundang kehancuran.

Pada suatu waktu Bani Makhzum mengutus Zaid bin Haritsah menemui Nabi SAW guna meminta dispensi hukuman bagi Fatimah Al-Mahzumiyah yang mencuri. Dengan nada marah Nabi SAW berseru:

“Sesungguhya telah celaka ummat sebelum kamu, karena apabila yang mencuri di kalangan mereka dari golongan elit, maka mereka hanya membiarkan saja, tetapi apabila yang melakukan pencurian dari golongan lemah, maka mereka menegakkan hukum. Demi Allah, sekiranya Fatimah binti Muhammad yang melakukan pencurian, pasti akan aku potong tangannya.”

Demikianlah, Islam mengajarkan prinsip hukum yang adil.

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan tuangkan komentar sahabat disini, Terimakasih sebelum dan sesudahnya...!!!

Follower

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More